Partnerbhayngkara-Jakarta - Tokoh nasional Kanjeng Raden Haryo (KRH) H.M. Jusuf Rizal, S.H., yang juga Presiden LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), angkat bicara terkait kasus hukum yang menimpa Imelda Christina Bessie, seorang ibu di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tengah memperjuangkan keadilan atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga serta penelantaran anak yang dilakukan oleh suaminya, SLM.
Dalam pernyataan resminya terkait laporan di Polda NTT maupun di Polres Rote-Ndao, Jusuf Rizal secara tegas meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) di Provinsi NTT bersikap profesional, netral dan transparan dalam menangani persoalan yang sedang dihadapi oleh Imelda Christina Bessie tersebut.
Ia bahkan menyebut bahwa jika ada indikasi permainan atau rekayasa hukum yang perlu diungkap secara terbuka kepada publik, maka LIRA siap terjun ke NTT,
“Saya minta jangan main-main dengan keadilan rakyat kecil. Apa yang dialami Imelda adalah cerminan bagaimana sistem hukum bisa lumpuh ketika dihadapkan pada relasi kuasa dan kepentingan. APH di NTT harus transparan,” ujar Jusuf Rizal, Minggu (31/8).
Jusuf Rizal yang sudah cukup dikenal melalui kiprahnya dalam pemberantasan mafia hukum di Indonesia, serta kedekatannya dengan Presiden RI Prabowo Subianto, menyampaikan bahwa keadilan bukan milik penguasa melainkan milik rakyat kecil. Apalagi ini soal perjuangan seorang ibu yang tengah berjuang demi keselamatan dan hak hidup anak kandungnya.
Kasus ini mencuat setelah Imelda, yang merupakan guru dan aktivis gereja di Desa Oelunggu, Rote Ndao, melaporkan suaminya ke Polda NTT atas dugaan KDRT psikis dan verbal serta penelantaran terhadap istri dan anak. Puncaknya, saat anak sulung mereka mengalami kecelakaan lalu lintas yang parah pada Juli 2024, sang suami justru diduga melakukan kesepakatan sepihak dengan pelaku kecelakaan dan menerima uang damai sebesar Rp5 juta.
“Ini bukan sekadar konflik rumah tangga. Ini menyangkut nasib seorang anak yang menjadi korban, dan sang ibu yang justru dikriminalisasi secara sosial oleh pihak suaminya,” lanjut Jusuf Rizal.
Presiden LSM LIRA itu juga menyinggung sikap suami Imelda yang menjadi saksi meringankan bagi pelaku tabrak lari dalam persidangan, alih-alih mendukung keadilan bagi anaknya yang sedang menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
“Kami akan kawal kasus ini hingga tuntas. Jika ditemukan adanya pelanggaran etik atau rekayasa hukum, LIRA tidak akan segan melaporkan hal ini ke Komnas HAM, Kompolnas, dan bahkan langsung ke Mabes Polri,” tegas pria berdarah Madura-Batak ini yang juga menjabat sebagai Ketum Indonesia Journalist Watch itu.
Imelda Bessie, yang kini secara resmi melaporkan suaminya dengan nomor laporan LP/B/190/VIII/2025 di Polda NTT, mendapat dukungan dari empat orang pengacara kota kupang yakni, Jacob Lay Riwu, S.H., Yafet A. Mau, S.H., Anderias Lado, S.H., dan Ronald R. Kana, S.H.
Sementara itu, berdasarkan pemberitaan di sejumlah media sebelumnya, salah satu kuasa hukum Imelda Bessie, Advokat Andre Lado, S.H., menyatakan bahwa laporan tersebut mengacu pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pelaku penelantaran dalam lingkup rumah tangga dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal 3 tahun atau denda hingga Rp15 juta.
"Ini merupakan langkah awal untuk memastikan keadilan dan perlindungan hukum bagi korban dalam lingkup rumah tangga. Bukti dan dokumen sudah kami siapkan secara lengkap," ungkap Andre.
Kasus ini kini tengah ditangani oleh Unit PPA Polda NTT, sementara publik terus memantau proses hukum yang berjalan. Sorotan dari tokoh nasional seperti Jusuf Rizal menambah tekanan agar keadilan benar-benar ditegakkan di tanah Rote Ndao.
(Red)