Partnerbhayangkara-Garut– Tahun 2021 lalu, Kejaksaan Negeri Kabupaten Garut, menahan tersangka lima orang terkait dugaan korupsi bantuan Sapi perah program Sarjana Masuk Desa (SMD) di Tahun 2015. Dan pada tahun 2022 atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Lima orang dinyatakan bersalah dan dipenjara selama 14 bulan serta diwajibkan membayar denda dan uang pengganti kerugian negara sebanyak Rp 400 juta hingga Rp 800 juta.
Lima orang tersebut diantaranya empat orang ASN (Aparatur Sipil Negara) yang bertugas di Diskanak Kabupaten Garut. Sementara, satu terpidana lainnya adalah seorang pengusaha.
Tiga tahun berlalu, kini salah satu elemen dari Kabupaten Garut, GLMPK (Gerakan Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan) mencium dugaan Tipikor pada Dinas yang kini berubah nama menjadi Dinas Perikanan dan Peternakan).
Namun, GLMPK tidak serta menuduh bahwa ada praktek korupsi pada instansi tersebut. Sebagai lembaga literasi, GLMPK memulai langkah dengan mengajukan permohonan sejumlah data dan dokumen sebagai bentuk transparansi.
GLMPK berharap, Diskanak Kabupaten Garut sudah melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Konsideran Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pasal 2 ayat (1) menyatakan, setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik.
“Kami menduga ada praktek Tipikor pada instansi Disanak Garut. Sebagai elemen masyarakat kami melakukan langkah nyata, agar peristiwa di Tahun 2022 tidak terulang kembali. Kami tidak mau masyarakat menjadi korban dan pejabat juga masuk jeruji besi,” ungkap Ridwan kepada wartawan, Selasa (23/12/2025).
Untuk menghindari dugaan-dugaan yang tidak mendasar, maka GLMPK meminta informasi ke Diskanak Garut terkait kegiatan, anggaran, dan bantuan-bantuan serta dokumen lainnya. Namun Ridwan sangat menyayangkan, karena sampai saat ini surat yang ia kirim ke Diskanak Garut tidak ditanggapi.
“Sesuai dengan aturan dan mekanisme yang di atur dalam UU Keterbukaan Informasi Pubik, jika surat yang kami sampaikan ke Diskanak Garut tidak ditanggapi sampai dengan 30 hari, maka kami diperkenankan mengajukan gugatan ke Komisi Informasi Publik Provinsi Jabar,” tandas Ridwan.
Sebagaimana penjelasannya kepada sejumlah media, Ridwan menegaskan, Asta Cita Presiden Prabowo Subianto pada angka 7 yaitu “memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba”, maka lembaga GLMPK ingin berperan aktif, yakni dengan melakukan pengawasan secara faktual.
“Dikarenakan GLMPK telah menemukan adanya dugaan potensi penyalahgunaan pemberian bantuan. Kehadiran kami ke KIP Jabar sebagai bentuk pengawasan secara faktual,” tandasnya.
Ridwan menambahkan, peran serta masyarakat diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan pemerintahan Daerah.
“Dalam melaksanakan pemonitoran dan pengevaluasian pembangunan daerah, masyarakat dapat ikut serta dalam pengawasan untuk memastikan kesesuaian antara jenis kegiatan, volume dan kualitas pekerjaan, waktu pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan, dan atau spesifikasi dan mutu hasil pekerjaan dengan rencana pembangunan daerah yang telah ditetapkan. Ini dasar kami mengajukan gugatan sengketa informasi ke KIP Jabar,” jelasnya.
Ridwan berharap, Diskanak Kabupaten Garut bisa mengimplementasikan semua perintah Undang-Undang. Baik UU KIP, UU tentang Keuangan Negara, UU tentang Pemerintahan Daerah serta aturan hukum lainnya. Sehingga masyarakat bisa mengetahui sekaligus memberikan partisipasi dengan bentuk pengawasan.
“Jika setiap lembaga di Pemerintahan Daerah seperti halnya Diskanak Kabupaten Garut bisa menjalankan semua aturan yang berlaku, maka mereka tidak perlu berbelit-belit dan bisa memberikan dokumen yang kami ajukan. Kami sebagai masyarakat memiliki hak yang kuat berdasarkan Undang-Undang,” pungkasnya.
(Tim)


